Jumat, 09 Oktober 2009

Etika Auditor dalam menerima Bingkisan / Hadiah (Gratifikasi)

Praktik korupsi pada masa sekarang mengalami perkembangan dengan munculnya
praktik-praktik baru yang berusaha memanfaatkan celah atau kelemahan berbagai
peraturan perundang-undangan yang ada. Pemberian hadiah seringkali kita anggap
hanyalah sebagai suatu ucapan terima kasih atau ucapan selamat kepada seorang
pejabat. Tapi bagaimana jika pemberian itu berasal dari seseorang yang memiliki
kepentingan terhadap keputusan atau kebijakan pejabat tersebut? Dan bagaimana
jika nilai dari pemberian hadiah tersebut diatas nilai kewajaran? Apakah
pemberian hadiah tersebut tidak akan mempengaruhi integritas, independensi dan
objektivitas dalam pengambilan keputusan atau kebijakan, sehingga dapat
menguntungkan pihak lain atau diri sendiri?

Pemberian hadiah sebagai suatu perbuatan atau tindakan seseorang yang
memberikan sesuatu (uang atau benda) kepada orang lain tentu saja hal tersebut
diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat
mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, maka
pemberian itu tidak hanya sekedar ucapan selamat atau tanda terima kasih,
akan tetapi sebagai suatu usaha untuk memperoleh keuntungan dari pejabat atau
pemeriksa yang akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitasnya,
adalah sebagai suatu tindakan yang tidak dibenarkan dan hal ini termasuk dalam
pengertian gratifikasi.

Berkaitan dengan gratifikasi sebagai pertanyaan mengenai pemberian hadiah atau
tanda terima kasih atau cendera mata yang diterima oleh seorang pejabat atau
pegawai negeri sipil, misalnya seorang auditor/pemeriksa menerima hadiah
sebagai tanda terima kasih ataupun pemberian fasilitas lainnya dari auditee,
apakah hal itu dapat dibenarkan? Untuk menjaga kredibilitas seorang
auditor/pemeriksa, perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan gratifikasi? Dan
apa yang menjadi dasar dari penggolongan suatu pemberian dikategorikan sebagai
gratifikasi atau tidak?

Pertanyaan-pertanyaan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
Black’s Law Dictionary memberikan pengertian Gratifikasi atau Gratification
adalah sebagai “a voluntarily given reward or recompense for a service or
benefit” yang dapat diartikan gratifikasi adalah “sebuah pemberian yang
diberikan atas diperolehnya suatu bantuan atau keuntungan”.

Gratifikasi dapat diartikan positif atau negatif. Gratifikasi positif adalah
pemberian hadiah dilakukan dengan niat yang tulus dari seseorang kepada orang
lain tanpa pamrih artinya pemberian dalam bentuk “tanda kasih” tanpa
mengharapkan balasan apapun. Gratifikasi negatif adalah pemberian hadiah
dilakukan dengan tujuan pamrih, pemberian jenis ini yang telah membudaya
dikalangan
birokrat maupun pengusaha karena adanya interaksi kepentingan. Dengan demikian
secara perspektif gratifikasi tidak selalu mempunyai arti jelek, namun harus
dilihat dari kepentingan gratifikasi. Akan tetapi dalam praktik seseorang
memberikan sesuatu tidak mungkin dapat dihindari tanpa adanya pamrih. Di
negara-negara maju, gratifikasi kepada kalangan birokrat dilarang keras dan
kepada pelaku diberikan sanksi cukup berat, karena akan mempengaruhi pejabat
birokrat dalam menjalankan tugas dan pengambilan keputusan yang dapat
menimbulkan ketidakseimbangan dalam pelayanan publik, bahkan di kalangan privat
pun larangan juga diberikan, contoh pimpinan stasiun televisi swasta
melarang dengan tegas reporter atau wartawannya menerima uang atau barang dalam
bentuk apa pun dari siapapun dalam menjalankan tugas pemberitaan. Oleh karena
itu gratifikasi harus dilarang bagi birokrat dengan disertai sanksi yang berat
(denda uang atau pidana kurungan atau penjara) bagi yang melanggar dan harus
dikenakan kepada kedua pihak (pemberi dan penerima).

Gratifikasi dalam sistem hukum di Indonesia dapat dilihat dalam UU No. 20 Tahun
2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan penjelasannya mendefinisikan gratifikasi sebagai pemberian
dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon,
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Dalam Pasal 12 B UU No 20 Tahun 2001 menyatakan bahwa “Setiap gratifikasi
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya”. Apabila seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima
suatu pemberian, maka ia mempunyai kewajiban untuk melaporkan kepada KPK
sebagaimana diatur menurut Pasal 12 C UU No 20 Tahun 2001, yaitu :
1. Ketentuan pada Pasal 12 B ayat (1) mengenai gratifikasi dianggap sebagai
pemberian suap dan tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang
diterimanya kepada KPK;
2. Laporan penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima;
3. Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal
penerimaan laporan, KPK wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik
penerima atau milik negara;
4. Tata cara penyampaian laporan dan penentuan status gratifikasi diatur
menurut Undang-undangtentang KPK.

Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain :
. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu;
. Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat perkawinan
anaknya;
. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya
untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/pegawai negeri untuk pembelian
barang atau jasa dari rekanan;
. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat/pegawai
negeri;
. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari
rekanan;
. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada saat
kunjungan kerja;
. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat hari
raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.

Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan sebagai
gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan dengan hubungan
kerja atau kedinasan dan/atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan
atau kedudukan pejabat/pegawai negeri dengan sipemberi.

Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang :

1. menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan
dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau
janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;
2. menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
3. menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut
diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
4. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar,
atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri;
5. pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum,
seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang;
6. pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
7. pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya
terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan,
telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan
tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau
8. baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan,
untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka auditor/pemeriksa pada Pelaksana BPK
sebagai Pegawai Negeri Sipil, secara tegas dan jelas tidak dibenarkan menerima
pemberian dari auditee dalam bentuk apapun termasuk tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, dan fasilitas lainnya karena hal tersebut termasuk sebagai
pemberian suap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001.
Selain itu, secara internal dengan diundangkannya Peraturan BPK No. 2 Tahun
2007 pada tanggal 22 Agustus 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia, untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, Anggota BPK dan seluruh auditor/pemeriksa BPK dilarang menerima
pemberian dalam bentuk apapun baik langsung maupun tidak langsung yang diduga
atau patut diduga dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas dan wewenangnya (Pasal 4
ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2) huruf a Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007).

Sumber:
1. Black Law Dictionary;
2. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
3. Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia
4. Wikipedia Indonesia
5. mediacare.blogspot.com


Dari Penjelasan di atas menurut hemat saya sebagai mahasiswa sebenarnya pemberian bingkisan parcel / Hadiah atau apapun bentuk dan namanya yg berarti memberikan nilai tambah berupa sesuatu kepada orang lain yg dianggap telah berjasa sebenarnya sah – sah saja atau wajar asalkan jelas maksud dan tujuannya yg berorientasi ke arah positif bisa saja hanya sekedar untuk ucapan terima kasih. Namun pada zaman sekarang “ucapan terimakasih” ini lebih bermakna khusus lagi, apalagi menyangkut orang – orang birokrat atau orang – orang istimewa yg memiliki kedudukan dan pengaruh yang besar didalam lingkungan orang tesebut berinteraksi, sering kali hal seperti ini lebih menjerumus pada gratifikasi atau penyuapan secara halus atas kinerja seseorang yg tidak tepat guna dan notabennya justru merugikan orang lain, hal seperti inilah yg kini harus dibenahi oleh sejajaran pihak berwenang untuk dapat menghilangkan tradisi gratifikasi ini tapi bagaimanapun juga Ini sudah menjadi suatu tradisi di dalam masyarakat indonesia yang tidak mungkin bisa di hilangkan. Namun tentunya ini kembali ke diri kita masing – masing selayaknya mahkluk sosial yang mempunyai akal, pikiran dan tradisi yang berbeda dalam penilaian baik buruknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar